MAKALAH
SEJARAH SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA
Disusun Oleh :
-
Afdel
Jujur 20211274
-
Dede
Mugiyati 21211795
-
Gustiani
Pangesti 2B214152
-
Meidya
Wariswanti A 24211395
-
Putri
Hayuning S 28211029
-
Silmi
Sabila 26211764
-
Widiawati 27211383
KELAS 4EB23
KELAS 4EB23
UNIVERSITAS
GUNADARMA 2015
Kata Pengantar
Puji syukur penulis
ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Sejarah Sistem Perekonomian Indonesia”
tepat pada waktunya. Adapun maksud dan tujuan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas Mata Kuliah Akuntansi Internasional. Selesainya makalah kelompok ini
tidak terlepas dari bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak hingga dapat
terselesaikannya Makalah ini. Penulis mengucapkan terimakasih dengan segala
kerendahan hati semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan
sumbangan pengetahuan bagi pembaca guna pengembangan selanjutnya.
Bekasi, 29 Juni 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Masalah ekonomi merupakan masalah mendasar yang terjadi
disemua sistem.
Oleh karena itu, dalam menyikapi
permasalahan ekonomi tiap sistem, masing-masing sistem menganut sistem ekonomi yang sesuai dengan kondisi dan sistemsistem yang bersangkutan. Sistem menurut Chester A. Bernard, adalah
suatu kesatuan yang terpadu, yang di dalamnya terdiri atas bagian-bagian dan
masing-masing bagian memiliki sistem dan batas tersendiri. Suatu sistem pada dasarnya adalah
“organisasi besar” yang menjalin berbagai subjek (atau objek) serta perangkat
kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu. Subjek atau objek pembentuk sebuah ystem
dapat berupa orang-orang atau masyarakat, untuk suatu sistem sistem atau sistem kemasyarakatan dapat berupa
makhluk-makhluk hidup dan benda alam, untuk suatu sistem kehidupan atau kumpulan fakta,
dan untuk sistem
informasi atau bahkan kombinasi dari subjek-subjek tersebut.
Perangkat kelembagaan dimaksud meliputi lembaga atau wadah
tempat subjek (objek) itu berhubungan, cara kerja dan mekanisme yang menjalin
hubungan subjek (objek) tadi, serta kaidah atau norma yang mengatur hubungan
subjek (objek) tersebut agar serasi. Kaidah atau norma yang dimaksud bisa
berupa aturan atau peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis,
untuk suatu ystem yang menjalin hubungan antar manusia. Secara teoritis, pengertian sistem ekonomi dapat dikatakan sebagai
perpaduan dari aturan–aturan atau cara–cara yang menjadi satu kesatuan dan
digunakan untuk mencapai tujuan dalam perekonomian. Sedangkan menurut Gilarso (
1992:486 ) sistem
ekonomi adalah keseluruhan cara untuk mengordinasikan perilaku masyarakat (para
konsumen, produsen, pemerintah, bank, dan sebagaiannya) dalam menjaankan
kegiatan ekonomi (produksi, distribusi, konsumsi, investasi, dan sebagaiannya)
sehingga menjadi satu kesatuan yang teratur dan dinamis, dan kekacauan dapat
dihindari. Lalu menurut McEachren, sistem ekonomi dapat diartikan sebagai seperangkat mekanisme
dan institusi untuk menjawab pertanyaan apa, bagaimana, dan untuk siapa barang
dan jasa diproduksi.
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN
DAN SEJARAH SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA
1. Pengertian Sistem
Sistem adalah suatu organisasi besar yang menjalin berbagai
subyek dan obyek serta perangkat kelembagaan dalam suatu tatanan tertentu.
2. Pengertian Sistem Ekonomi menurut
para ahli
Dumairy (1996), sistem ekonomi adalah sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan kehidupan.
Dumairy (1996), sistem ekonomi adalah sistem yang mengatur serta menjalin hubungan ekonomi antar manusia dengan seperangkat kelembagaan dalam suatu tatanan kehidupan.
Sanusi (2000) sistem ekonomi
merupakan suatu organisasi yang terdiri dari sejumlah lembaga (ekonomi, sosial
dan ide) yang saling mempengaruhi yang ditujukan ke arah pemecahan masalah
pokok setiap perekonomian produksi, distribusi, konsumsi.
Perbedaan sistem ekonomi suatu
negara dapat ditinjau dari beberapa sudut:
• Sistem kepemilikan sumber daya atau faktor-faktor produksi
• Keleluasaan masyarakat untuk berkompetisi dan menerima imbalan atas prestasi kerja
• Kadar peranan pemerintah dalam mengatur, mengarahkan dan merencanakan kehidupan bisnis dan perekonomian pada umumnya
• Keleluasaan masyarakat untuk berkompetisi dan menerima imbalan atas prestasi kerja
• Kadar peranan pemerintah dalam mengatur, mengarahkan dan merencanakan kehidupan bisnis dan perekonomian pada umumnya
3. Sistem Ekonomi Kapitalis,
Sosialis, dan Campuran
Sistem Ekonomi yang esktrim:
(a) Sistem ekonomi kapitalis
• Pengakuan terhadap kepemilikan
individu terhadap sumber ekonomi
• Kompetisi antar individu dalam memenihi kebutuhan hidup dan persaingan antar badan usaha untuk mengejar keuntungan
• Tidak batasan bagi individu dalam menerima imbalan atas prestasi kerjanya
• Campur tangan pemerintah sangat minim
• Mekanisme pasar akan menyelesaikan persoalan ekonomi
• USA
• Kompetisi antar individu dalam memenihi kebutuhan hidup dan persaingan antar badan usaha untuk mengejar keuntungan
• Tidak batasan bagi individu dalam menerima imbalan atas prestasi kerjanya
• Campur tangan pemerintah sangat minim
• Mekanisme pasar akan menyelesaikan persoalan ekonomi
• USA
(b) Sistem ekonomi sosialis
• Kepemilikan oleh negara terhadap
sumber ekonomi
• Penekanan terhadap kebersamaan dalam menjalankan dan memajukan perekonomian
• Imbalan yang diterima oleh individu berdasarkan kebutuhan, bukan prestasi kerja
• Campur tangan pemerintah sangat tinggi
• Persoalan ekonomi harus dikendalikan oleh pemerintah pusat
• USSR
• Penekanan terhadap kebersamaan dalam menjalankan dan memajukan perekonomian
• Imbalan yang diterima oleh individu berdasarkan kebutuhan, bukan prestasi kerja
• Campur tangan pemerintah sangat tinggi
• Persoalan ekonomi harus dikendalikan oleh pemerintah pusat
• USSR
(c) Sistem ekonomi campuran
• Kepemilikan oleh individu terhadap
sumber ekonomi diakui negara
• Kompetisi antar individu dalam memenihi kebutuhan hidup dan persaingan antar badan usaha untuk mengejar keuntungan
• Imbalan yang diterima oleh individu berdasarkan kebutuhan, bukan prestasi kerja
• Campur tangan pemerintah hanya untuk bidang tertentu seperti bidang yang diperlukan oleh seluruh masyarakat (listrik dan air)
• Mekanisme pasar akan menyelesaikan persoalan ekonomi dengan beberapa hal perlu adanya campur tangan pemerintah
• Kompetisi antar individu dalam memenihi kebutuhan hidup dan persaingan antar badan usaha untuk mengejar keuntungan
• Imbalan yang diterima oleh individu berdasarkan kebutuhan, bukan prestasi kerja
• Campur tangan pemerintah hanya untuk bidang tertentu seperti bidang yang diperlukan oleh seluruh masyarakat (listrik dan air)
• Mekanisme pasar akan menyelesaikan persoalan ekonomi dengan beberapa hal perlu adanya campur tangan pemerintah
Indonesia terletak di posisi
geografis antara benua Asia dan Eropa serta samudera Pasifik dan Hindia, sebuah
posisi yang strategis dalam jalur pelayaran niaga antar benua. Salah satu jalan
sutra, yaitu jalur sutra laut, ialah dari Tiongkok dan Indonesia, melalui selat
Malaka ke India. Dari sini ada yang ke teluk Persia, melalui Suriah ke laut
Tengah, ada yang ke laut Merah melalui Mesir dan sampai juga ke laut Tengah
(Van Leur). Perdagangan laut antara India, Tiongkok, dan Indonesia dimulai pada
abad pertama sesudah masehi, demikian juga hubungan Indonesia dengan
daerah-daerah di Barat (kekaisaran Romawi).
Penggunaan uang yang berupa koin
emas dan koin perak sudah dikenal di masa itu, namun pemakaian uang baru mulai
dikenal di masa kerajaan-kerajaan Islam, misalnya picis yang terbuat dari timah
di Cirebon. Namun penggunaan uang masih terbatas, karena perdagangan barter
banyak berlangsung dalam sistem perdagangan Internasional. Karenanya, tidak
terjadi surplus atau defisit yang harus diimbangi dengan ekspor atau impor
logam mulia.
Setelah masa kerajaan-kerajaan Islam, pembabakan perjalanan perekonomian Indonesia dapat dibagi dalam empat masa, yaitu masa sebelum kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan masa reformasi.
Setelah masa kerajaan-kerajaan Islam, pembabakan perjalanan perekonomian Indonesia dapat dibagi dalam empat masa, yaitu masa sebelum kemerdekaan, orde lama, orde baru, dan masa reformasi.
I. SEBELUM KEMERDEKAAN
Sebelum merdeka, Indonesia mengalami
masa penjajahan yang terbagi dalam beberapa periode. Ada empat negara yang
pernah menduduki Indonesia, yaitu Portugis, Belanda,Inggris, dan Jepang.
Portugis tidak meninggalkan jejak yang mendalam di Indonesia karena keburu
diusir oleh Belanda, tapi Belanda yang kemudian berkuasa selama sekitar 350
tahun, sudah menerapkan berbagai sistem yang masih tersisa hingga kini.
VOC (Vereenigde Oost-Indische
Compagnie) adalah sebuah perusahaan yang didirikan dengan tujuan untuk
menghindari persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus untuk menyaingi
perusahaan imperialis lain seperti EIC (Inggris). VOC diberi hak Octroi, yang
antara lain meliputi :
a. Hak mencetak uang
b. Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
c. Hak menyatakan perang dan damai
d. Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
e. Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja.
b. Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
c. Hak menyatakan perang dan damai
d. Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
e. Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja.
Hak-hak itu seakan melegalkan
keberadaan VOC sebagai “penguasa” Hindia Belanda. Namun walau demikian, tidak
berarti bahwa seluruh ekonomi Nusantara telah dikuasai VOC.
Faktanya, sejak tahun 1620, VOC
hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor sesuai permintaan pasar di Eropa,
yaitu rempah-rempah. Kota-kota dagang dan jalur-jalur pelayaran yang
dikuasainya adalah untuk menjamin monopoli atas komoditi itu. VOC juga belum
membangun sistem pasokan kebutuhan-kebutuhan hidup penduduk pribumi.
Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC seperti verplichte leverentie
(kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC ) dan contingenten (pajak hasil bumi)
dirancang untuk mendukung monopoli itu. Selain itu, VOC juga menjaga agar harga
rempah-rempah tetap tinggi, dengan cara diadakannya pembatasan jumlah tanaman
rempah-rempah yang boleh ditanam penduduk, pelayaran Hongi dan hak extirpatie
(pemusnahan tanaman yang jumlahnya melebihi peraturan). Semua aturan itu pada
umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang sudah diisolasi oleh VOC dari
pola pelayaran niaga samudera Hindia.
Pada tahun 1795, VOC bubar karena
dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu
nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh :
1. Peperangan yang terus-menerus
dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar, terutama perang Diponegoro
2. Penggunaan tentara sewaan membutuhkan biaya besar
3. Korupsi yang dilakukan pegawai VOC sendiri dan (d) Pembagian dividen kepada para pemegang saham, walaupun kas deficit.
2. Penggunaan tentara sewaan membutuhkan biaya besar
3. Korupsi yang dilakukan pegawai VOC sendiri dan (d) Pembagian dividen kepada para pemegang saham, walaupun kas deficit.
Maka, VOC digantikan oleh republik Bataaf (Bataafsche
Republiek). Republik Bataaf dihadapkan pada suatu sistem keuangan yang kacau
balau. Selain karena peperangan sedang berkecamuk di Eropa (Continental
stelstel oleh Napoleon), kebobrokan bidang moneter sudah mencapai puncaknya
sebagai akibat ketergantungan akan impor perak dari Belanda di masa VOC yang
kini terhambat oleh blokade Inggris di Eropa. Sebelum republik Bataaf mulai
berbenah, Inggris mengambil alih pemerintahan di Hindia Belanda.
Cultuurstelstel
Cultuurstelstel (sistem tanam paksa)
mulai diberlakukan pada tahun 1836 yang diprakarsai oleh Van Den Bosch. Dengan
tujuan untuk memproduksi berbagai komoditi yang ada permintaannya di pasaran dunia.
Sejak saat itu, diperintahkan pembudidayaan produk-produk selain kopi dan
rempah-rempah, yaitu gula, nila, tembakau, teh, kina, karet, kelapa sawit, dll.
Sistem ini jelas menekan penduduk pribumi, tapi amat menguntungkan bagi
Belanda, apalagi dipadukan dengan sistem konsinyasi (monopoli ekspor). Setelah
penerapan kedua sistem ini, seluruh kerugian akibat perang dengan Napoleon di
Belanda langsung tergantikan berkali lipat.
Jelasnya, dengan menerapkan cultuurstelstel, pemerintah
Belanda membuktikan teori sewa tanah dari mazhab klasik, yaitu bahwa sewa tanah
timbul dari keterbatasan kesuburan tanah. Namun disini, pemerintah Belanda
hanya menerima sewanya saja, tanpa perlu mengeluarkan biaya untuk menggarap
tanah yang kian lama kian besar. Biaya yang kian besar itu meningkatkan
penderitaan rakyat, sesuai teori nilai lebih (Karl Marx), bahwa nilai leih ini
meningkatkan kesejahteraan Belanda sebagai kapitalis.
Sistem Ekonomi Pintu Terbuka
(Liberal)
Adanya desakan dari kaum Humanis
Belanda yang menginginkan perubahan nasib warga pribumi ke arah yang lebih
baik, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk mengubah kebijakan ekonominya.
Dibuatlah peraturan-peraturan agraria yang baru, yang antara lain mengatur
tentang penyewaan tanah pada pihak swasta untuk jangka 75 tahun, dan aturan
tentang tanah yang boleh disewakan dan yang tidak boleh. Hal ini nampaknya juga
masih tak lepas dari teori-teori mazhab klasik, antara lain terlihat pada :
a. Keberadaan pemerintah Hindia
Belanda sebagai tuan tanah, pihak swasta yang mengelola perkebunan swasta
sebagai golongan kapitalis, dan masyarakat pribumi sebagai buruh penggarap
tanah.
b. Prinsip keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.
c.Laissez faire laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas, pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang sesungguhnya.
b. Prinsip keuntungan absolut : Bila di suatu tempat harga barang berada diatas ongkos tenaga kerja yang dibutuhkan, maka pengusaha memperoleh laba yang besar dan mendorong mengalirnya faktor produksi ke tempat tersebut.
c.Laissez faire laissez passer, perekonomian diserahkan pada pihak swasta, walau jelas, pemerintah Belanda masih memegang peran yang besar sebagai penjajah yang sesungguhnya.
Pada akhirnya, sistem ini bukannya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat pribumi, tapi malah menambah penderitaan, terutama
bagi para kuli kontrak yang pada umumnya tidak diperlakukan layak.
Pendudukan Jepang (1942-1945)
Pemerintah militer Jepang menerapkan
suatu kebijakan pengerahan sumber daya ekonomi mendukung gerak maju pasukan
Jepang dalam perang Pasifik. Akibatnya, terjadi perombakan besar-besaran dalam
struktur ekonomi masyarakat. Kesejahteraan rakyat merosot tajam dan terjadi
bencana kekurangan pangan, karena produksi bahan makanan untuk memasok pasukan
militer dan produksi minyak jarak untuk pelumas pesawat tempur menempati
prioritas utama. Impor dan ekspor macet, sehingga terjadi kelangkaan tekstil
yang sebelumnya didapat dengan jalan impor.
Seperti ini lah sistem sosialis ala bala tentara Dai Nippon.
Segala hal diatur oleh pusat guna mencapai kesejahteraan bersama yang
diharapkan akan tercapai seusai memenangkan perang Pasifik.
II. ORDE LAMA
Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa
awal kemerdekaan amat buruk, yang disebabkan oleh :
1. Inflasi yang sangat tinggi,
disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali.
Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang
yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang
pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang. Kemudian pada
tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East
Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang
dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang
kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang
Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi
kenaikan tingkat harga.
2. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negri RI.
3. Kas negara kosong.
4. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
2. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negri RI.
3. Kas negara kosong.
4. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
1. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri
keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli
1946.
2. Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
3. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
4. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
5. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948 >>mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
6. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
2. Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
3. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
4. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
5. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948 >>mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
6. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).
Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal,
karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip
liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik
yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih
lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha
Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia
yang baru merdeka.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
A ) Gunting Syarifuddin, yaitu
pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang
yang beredar agar tingkat harga turun.
B ) Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing
C )Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
D ) Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi.
E ) Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha
B ) Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing
C )Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
D ) Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi.
E ) Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha
Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan
pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan
tersebut.
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden
5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur
ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh
pemerintah). Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama
dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme). Akan
tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum
mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia, antara lain :
A ) Devaluasi yang diumumkan pada 25
Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500
menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan
di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
B ) Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
C ) Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
B ) Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
C ) Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
III. ORDE BARU
Pada awal orde baru, stabilisasi
ekonomi dan stabilisasi politik menjadi prioritas utama. Program pemerintah
berorientasi pada usaha pengendalian inflasi, penyelamatan keuangan negara dan
pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pengendalian inflasi mutlak dibutuhkan,
karena pada awal 1966 tingkat inflasi kurang lebih 650 % per tahun.
Setelah melihat pengalaman masa
lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah
bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki
keadaan, maka dipilihlah sistem ekonomi campuran dalam kerangka sistem ekonomi
demokrasi pancasila.
Kebijakan ekonominya diarahkan pada
pembangunan di segala bidang, tercermin dalam 8 jalur pemerataan : kebutuhan
pokok, pendidikan dan kesehatan, pembagian pendapatan, kesempatan kerja,
kesempatan berusaha, partisipasi wanita dan generasi muda, penyebaran
pembangunan, dan peradilan.
Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia
berhasil swasembada beras, penurunan angka kemiskinan, perbaikan indikator
kesejahteraan rakyat seperti angka partisipasi pendidikan dan penurunan angka
kematian bayi, dan industrialisasi yang meningkat pesat. Pemerintah juga
berhasil menggalakkan preventive checks untuk menekan jumlah kelahiran lewat KB
dan pengaturan usia minimum orang yang akan menikah.
Namun terdapat dampak negatifnya
yaitu kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan sumber-sumber daya alam,
perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan antar kelompok dalam
masyarakat terasa semakin tajam, serta penumpukan utang luar negeri. Disamping
itu, pembangunan menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi
dan nepotisme. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa
diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga meskipun
berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tapi secara fundamental pembangunan
nasional sangat rapuh. Akibatnya, ketika terjadi krisis yang merupakan imbas
dari ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang paling buruk. Harga-harga
meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat, dan
menimbulkan berbagai kekacauan di segala bidang, terutama ekonomi.
IV. ORDE REFORMASI
Pemerintahan presiden BJ.Habibie
yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam
dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan
stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun,
belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari
keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru
harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme),
pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs
rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan
kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh
presiden Megawati.
a. Masa kepemimpinan Megawati
Soekarnoputri
Masalah-masalah yang mendesak untuk
dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan
yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
A ) Meminta penundaan pembayaran
utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan
pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
B ) Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena
BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
B ) Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena
BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
Di masa ini juga direalisasikan
berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan
konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak
investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu
jalannya pembangunan nasional.
b. Masa Kepemimpinan Susilo Bambang
Yudhoyono
Kebijakan kontroversial pertama
presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain
menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak
dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan
kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk
meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur
massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing
dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya
Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang
mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Oleh
:
Ida
Muliyati
Akuntansi
2012
(Tulisan
juga merupakan tugas terstruktur Mata Kuliah Perekonomian Indonesia : artikel
dengan topik Inflasi)
Earnest Hemingway, seorang novelis dan jurnalis terkenal
Amerika Serikat pernah menulis, “The
first panacea of a mismanaged nation is inflation; the second is war. Both
bring a temporary prosperity; a permanent ruin.” Selain peperangan, inflasi
adalah cara lain untuk menghancurkan suatu negara. Inflasi dalam sejarah
perekonomian Indonesia ibarat kata sudah menjadi warisan turun temurun dari
satu pemerintahan ke pemerintahan berikutnya. Masalah ini dipersulit lagi
dengan bertambahnya hutang luar negeri, kebijakan-kebijakan ekonomi yang kurang
tepat dan berbau politik, serta korupsi di semua lini kerja pemerintah.
Melihat kepada sejarah, pada tahun 1966 Indonesia mengalami
hiperinflasi mencapai 635,5% karena defisit anggaran belanja hingga harus
melakukan pemotongan nilai rupiah dari Rp1000 menjadi Rp 1. Saat itu pada masa
ekonomi terpimpin, pemerintah lebih cenderung mengutamakan kepentingan politik.
Banyaknya pendanaan untuk proyek negara menyebabkan pengeluaran negara
membengkak. Padahal tidak semua pendanaan termasuk pengeluaran produktif
misalnya konfrontasi dengan Malaysia pada tahun 1964. Karena keluar dari
keanggotaan PBB dan IMF, hutang luar negeri Indonesia kepada IMF bertambah dan
pemerintah Indonesia beralih mengambil pinjaman dari Cina dan negara blok timur
pada saat itu.
Inflasi yang terburuk kedua terjadi pada tahun 1998 akibat
pengaruh krisis keuangan Asia dengan tingkat inflasi 77,5%. Saat itu nilai tukar
rupiah terjun bebas dari 2.800 menjadi 16.000 terhadap dolar Amerika.
Diperparah dengan gejolak reformasi yang terjadi menambah ketidakstabilan
kondisi negara yang berakhir dengan turunnya Soeharto dari kursi presiden.
Sampai saat ini, 1966 dan 1998 merupakan tahun terburuk
inflasi di Indonesia. Namun demikian inflasi dari kisaran ringan sampai sedang
tetap terjadi dan masih memberikan pengaruh yang berarti bagi perekonomian
negeri ini, khususnya masyarakat kecil.
Indonesia mengalami inflasi sedang pada tahun 2005 dengan
tingkat inflasi 17,11%, tahun 2008 dengan tingkat inflasi 11,06%, dan inflasi
ringan di tahun 2013 pada angka 8,38%. Ketiga inflasi pada tahun 2000n ini
tidak lain disebabkan oleh kenaikan harga dan pengurangan subsidi BBM karena
meningkatnya harga minyak dunia. Besarnya subsidi BBM yang memberatkan APBN
membuat pemerintah mengambil keputusan dan di tahun 2005, BBM naik 148% dari
Rp1.810 menjadi Rp4.500 dengan dua kali tahap kenaikan. Nilai tukar rupiah
terendah saat itu Rp11.235,96 pada tahun 2008. Walaupun tahun 2013 inflasinya
tidak mencapai 10% namun justru nilai tukar rupiah meluncur bebas sampai
Rp12.261 per US Dollar.
Pemerintah mengklaim sudah bisa mengendalikan inflasi. Yang
baru-baru ini dengan 4 paket kebijakan untuk menekan inflasi pada tahun 2013.
Tetapi seakan tidak mempunyai jalan keluar yang tepat, masyarakat harus
dihadapkan pada kenyataan bahwa harga barang akan terus naik sedangkan daya
beli mereka tidak mengalami perubahan signifikan.
Pada Laporan Salary
Trend Survey tahun 2013-2014, pekerja di Indonesia mengalami peningkatan
rata-rata gaji pegawai 10% per tahun. Jika tingkat inflasi seperti tahun 2008
terjadi dimana tingkat inflasi lebih tinggi daripada pendapatan, masyarakat
Indonesia tidak akan bisa memenuhi kebutuhannya lagi. Padahal kemungkinan
tersebut sangat mungkin mengingat sedikit perubahan ekonomi global dapat
memberikan dampak buruk bagi negara yang tidak siap.
Perbedaan kondisi setiap negara membuat faktor penyebab
inflasinya juga berbeda-beda. Faktor penyebab inflasi di antaranya yaitu sektor
impor-ekspor, tabungan dan investasi, penerimaan dan pengeluaran negara, dan
sektor pemerintah dan swasta. Penjelasan untuk hal ini misalnya inflasi karena
sektor impor-ekspor apabila ekspor suatu negara lebih besar daripada impornya.
Sehingga banyak uang yang beredar dari penerimaan devisa.
Lemahnya nilai tukar mata uang juga sangat berpengaruh.
Terutama ketika terjadi perubahan kebijakan yang mempengaruhi ekonomi secara
global. Bertetangga dengan negara yang mengalami inflasi juga bisa memberikan
imbas. Dan lebih berbahaya lagi jika terjadi krisis ekonomi yang menyebar.
Salah satu contohnya adalah yang terjadi dengan Indonesia ketika kebijakan The Fed terkait pemangkasan nilai
stimulus (tapering) sebesar US$ 10
miliar menjadi US$ 65 miliar yang menyebabkan ketidakstabilan ekonomi tahun
2013. Pada tahun 1998 nilai tukar rupiah yang jatuh menyebabkan penurunan
cadangan devisa negara yang sangat besar. Dan di saat yang bersamaan era itu
Indonesia bergantung pada hutang luar negeri, yang kemudian membengkak luar
biasa karena terjadi inflasi.
Tingkat inflasi yang tinggi dapat membahayakan perekonomian
negara. Dampaknya yang secara pasti terlihat adalah kenaikan harga-harga secara
menyeluruh dan terus menerus. Dengan harga yang terus naik, mereka yang
berpendapatan tetap seperti PNS akan mengalami kesulitan. Ketika PNS
berpendapatan Rp50.000.000 per tahun, dengan tingkat inflasi tahun 2005 17,11%
maka pendapatan tersebut nilainya berkurang Rp8.555.000 saat tahun 2005. Pendapatan
tersebut terlihat tidak terpengaruh secara nominal namun secara nilai sudah
tidak bisa membeli barang-barang yang sama jumlahnya seperti masa sebelum
inflasi.
Selain harga yang naik dan pendapatan yang tidak akan
mencukupi, dampak lain dari inflasi di antaranya kerugian bagi mereka yang
menyimpan uang tunai, kerugian kreditur dengan bunga pinjaman lebih rendah dari
tingkat inflasi, proses produksi menjadi tidak efisien dan kenaikan produksi
dapat menyebabkan harga lebih dahulu naik daripada kenaikan gaji. Pada tingkat
inflasi yang sangat parah, beberapa produksi tidak dapat berjalan sampai
pemberhentian kerja sepihak dari perusahaan (PHK). Secara otomatis pengangguran
bertambah dengan daya beli masyarakat menurun maka tingkat kemiskinan negara
tersebut akan meningkat yang akan berlanjut pada tingginya kriminalitas.
Intinya inflasi yang tidak terkendali akan memberikan penyebab ketidakstabilan
negara dan krisis di segala bidang yang terkait.
Banyak cara mengatasi inflasi namun tidak semuanya dapat
berhasil. Ada beberapa kebijakan yang terkait maupun tidak terkait justru
memperparah laju inflasi. Sepeninggal presiden Soeharto, B.J Habibie dengan
kebijakan ekonomi yang sangat ketat mampu menekan inflasi hingga tingkat
terendah yang pernah terjadi di Indonesia yaitu 2,01%.
Berdasarkan pertimbangan kondisi negara cara-cara yang bisa
dilakukan mengatasi inflasi di antaranya, operasi pasar terbuka, kebijakan
tingkat suku bunga diskonto, kebijakan cadangan wajib, kebijakan kredit
selektif, dan lain-lain. Satu hal yang pasti jika pemerintahan suatu negara
tidak bisa mengendalikan laju inflasi maka jelas yang paling dirugikan adalah
masyarakat kecil yang semakin menderita dengan kenaikan harga yang mencekik
mereka.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan demikian maka sistem ekonomi Indonesia adalah sistem
ekonomi yang berorientasi kepadaKetuhanan Yang Maha Esa (berlakunya etik dan
moral agama, bukan materialisme); Kemanusiaan yang adil dan beradab (tidak
mengenal eksploitasi);Persatuan
Indonesia(berlakunya kebersamaan, asas kekeluargaan, sosio-nasionalisme
dan sosiodemokrasi dalam ekonomi); Kerakyatan (mengutamakan kehidupan ekonomi
rakyat); serta Keadilan Sosial (persamaan/emansipasi, kemakmuran masyarakat
yang utama ± bukan kemakmuran pribadi). Dari butir-butir tersebut, keadilan
menjadi sangat utama di dalam sistem ekonomi Indonesia.
Dalam sistem ekonomi pancasila, perekonomian liberal maupun
komando harus dijauhkan karena terbukti hanya menyengsarakan kaum yang lemah
serta mematikan kreatifitas yang potensial. Persaingan usaha pun harus selalu
terus-menerus diawasi pemerintah agar tidak merugikan pihak-pihak yang
berkaitan. Indonesia seharusnya sudah belajar pada krisis ekonomi dan moneter
yang mengguncang dunia pada tahun 1998, dengan hanya sektor pertanian dan
perkebunan yang tumbuh positif dan turut menyelamatkan ekonomi domestik. Belajar dari kasus itu, Indonesia sudah
saatnya memberi perhatian utama pada bidang pertanian dan perkebunan, agar bisa
keluar dari krisis pangan yang kini mengancam dunia. Maka dari itu setiap
komoditas harus didekati secara spesifik karena masing-masing memiliki
spesifikasi yang berbeda.
PertumbuhanEkonomi di setiap negara berbeda - beda tergantung
dari tingkat pendapatan per kapita suatu negara tersebut dan tergantung dari
berapa besar pendapatan / penghasilan dari penduduknya. Jika pendapatan Negara
itu tinggi maka pertumbuhan ekonominya juga cepat tetapi sebaliknya jika
pendapatan suatu negara itu di bawah rata ± rata maka pertumbuhan ekonominya
juga rendah.
Sumber data :
Data BPS Inflasi dari tahun 1994 s/d
2013
Referensi artikel bacaan :
kompasiana